INTAINEWES.ID – Pelaksanaan Musyawarah Desa (Musdes) untuk penyampaian Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) adalah momentum penting yang menunjukkan transparansi dan partisipasi dalam tata kelola pemerintahan desa.
Namun, apa jadinya jika yang memimpin Musdes malah Master of Ceremony (MC), sementara Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang seharusnya menjadi pengawal demokrasi desa malah hanya duduk sebagai peserta?
MC Jadi Ketua, BPD Jadi Penonton: Sebuah Anomali
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Bayangkan sebuah rapat resmi di mana protokol acara mendadak mengambil alih fungsi legislatif desa. MC, yang biasanya hanya mengarahkan jalannya acara, mendadak jadi pengambil keputusan. Sedangkan BPD, yang memiliki mandat untuk membahas dan menyetujui LKPJ, malah diposisikan sebagai peserta pasif. Ini ibarat film superhero di mana tokoh utamanya cuma jadi figuran!
BPD adalah representasi rakyat, bukan dekorasi. Kalau cuma jadi peserta, buat apa ada mereka?” ujar seorang pegiat Desa
Implikasi Serius bagi Demokrasi Desa
1. Pengaburan Peran dan Fungsi: Ketika MC memimpin Musdes, garis pembagian fungsi antara penyelenggara acara dan lembaga pengawas jadi kabur. Ini bukan hanya melanggar etika, tetapi juga aturan.
2. Melemahkan Legitimasi Keputusan: Musdes yang dipimpin oleh pihak yang tidak berwenang membuat hasilnya rawan dipertanyakan. Apakah ini benar-benar Musdes, atau sekadar formalitas belaka?
3. Merosotnya Kepercayaan Publik: Jika masyarakat melihat BPD tidak berfungsi sebagaimana mestinya, kepercayaan mereka pada pemerintah desa pun ikut tergerus.
Kembalikan Peran ke Jalurnya
1. Pastikan BPD Memimpin: Sebagai lembaga yang mewakili masyarakat, BPD harus memimpin Musdes sesuai dengan aturan yang berlaku.
2. Perjelas Tugas MC: MC cukup mengatur alur acara, bukan mengambil alih diskusi atau keputusan.
3. Edukasi Aparatur Desa: Semua pihak harus memahami peran dan tanggung jawab masing-masing untuk menghindari insiden serupa di masa depan.
Jangan Campur Aduk Formalitas dengan Formalin
Musdes yang dipimpin MC sementara BPD jadi peserta adalah parodi tata kelola pemerintahan desa. Jika ini terus dibiarkan, demokrasi desa hanya akan menjadi ilusi.
Pemerintah desa harus segera memperbaiki praktik semacam ini agar LKPJ tidak hanya menjadi formalitas, tetapi juga mencerminkan akuntabilitas dan transparansi yang sesungguhnya. Sebab, demokrasi itu butuh peran nyata, bukan sekadar skenario acara!
Penulis : Ib