PASAMAN BARAT- Tuanku Imam Bonjol, yang memiliki nama asli Muhammad Shahab, adalah salah satu pahlawan nasional Indonesia yang dikenal sebagai pemimpin gerakan Perang Padri di Sumatera Barat. Lahir pada tahun 1772 di Bonjol, Pasaman, Sumatera Barat, ia tidak hanya dikenal sebagai seorang ulama besar tetapi juga sebagai seorang pejuang gigih melawan penjajahan Belanda.
Tuanku Imam Bonjol lahir dari keluarga yang religius. Ayahnya, Bayanuddin, adalah seorang ulama terkemuka di daerah Bonjol.
Sejak kecil, Muhammad Shahab dididik dalam ajaran Islam, terutama tentang Al-Qur’an dan fikih. Keahliannya dalam ilmu agama membuatnya dihormati masyarakat dan mendapatkan gelar Tuanku.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sebagai seorang ulama, Tuanku Imam Bonjol berperan aktif dalam menyebarkan ajaran Islam. Ia kemudian terlibat dalam gerakan pembaharuan yang dikenal sebagai Gerakan Padri, yang bertujuan memurnikan ajaran Islam dari praktik-praktik adat yang dianggap bertentangan dengan syariat.
Perang Padri (1803–1837)
Perang Padri bermula dari konflik internal antara kaum Padri, yang ingin memurnikan Islam, dan kaum Adat, yang mempertahankan tradisi Minangkabau. Namun, konflik ini kemudian melibatkan pihak kolonial Belanda yang memanfaatkan situasi untuk memperluas pengaruhnya di Sumatera Barat.
Tuanku Imam Bonjol menjadi tokoh sentral dalam perang ini, terutama setelah kaum Padri dan kaum Adat sepakat untuk bersatu melawan penjajahan Belanda pada tahun 1821. Perjuangan ini berlangsung puluhan tahun, dengan basis pertahanan utama di Bonjol, sebuah benteng alami yang sulit ditembus.
Di bawah kepemimpinannya, Pasukan Padri berhasil memberikan perlawanan yang signifikan terhadap Belanda. Namun, dengan strategi diplomasi dan kekuatan militer yang lebih besar, Belanda akhirnya berhasil merebut Bonjol pada tahun 1837. Setelah penangkapan Tuanku Imam Bonjol, perlawanan Padri perlahan-lahan mereda.
Penangkapan dan Pengasingan
Tuanku Imam Bonjol ditangkap oleh Belanda pada tahun 1837 melalui taktik tipu muslihat. Ia kemudian diasingkan ke Cianjur, Jawa Barat, lalu dipindahkan ke Ambon, dan akhirnya ke Manado, Sulawesi Utara. Di pengasingannya, ia tetap dihormati sebagai seorang ulama dan pemimpin. Tuanku Imam Bonjol wafat pada tanggal 6 November 1864 di Lotak, Minahasa, Sulawesi Utara.
Nama Tuanku Imam Bonjol dikenang sebagai simbol perlawanan terhadap penjajahan. Pada tahun 1973, pemerintah Indonesia menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada beliau. Selain itu, nama beliau diabadikan sebagai nama jalan, universitas, hingga museum yang didedikasikan untuk mengenang perjuangannya.
Tuanku Imam Bonjol adalah contoh nyata dari perpaduan antara peran agama dan perjuangan kemerdekaan. Kepemimpinannya dalam Perang Padri menunjukkan bahwa perjuangan melawan penjajahan tidak hanya bermakna politik, tetapi juga moral dan spiritual. Kisah hidupnya terus menginspirasi generasi penerus untuk berjuang demi keadilan dan kebenaran.***
Penulis : Wawan S