PASAMAN BARAT- Pilkada serentak adalah momentum penting bagi demokrasi lokal di Indonesia. Namun, dalam perjalanannya, pelaksanaan Pilkada tidak luput dari permasalahan, salah satunya adalah praktik politik uang (money politics).
Di masa tenang, yang seharusnya menjadi waktu refleksi bagi pemilih sebelum memberikan suara, sering kali justru dimanfaatkan oleh oknum tertentu untuk membeli suara. Fenomena ini menjadi ancaman serius bagi integritas demokrasi di Indonesia.
Politik Uang di Masa Tenang
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Masa tenang merupakan periode tiga hari sebelum hari pemungutan suara, di mana segala bentuk kampanye dilarang berdasarkan aturan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Namun, banyak laporan menunjukkan bahwa politik uang kerap terjadi pada periode ini. Praktik ini dilakukan dengan berbagai cara seperti, pembagian uang tunai langsung kepada pemilih, pemberian barang seperti sembako, alat rumah tangga, atau kebutuhan lainnya, dan pemberian janji imbalan yang disertai dengan instruksi memilih kandidat tertentu.
Oknum pelaku biasanya memanfaatkan masa tenang karena pengawasan relatif lebih longgar dibanding masa kampanye. Selain itu, keterbatasan waktu membuat sulit bagi pihak berwenang untuk mendeteksi dan menindak praktik semacam ini.
Dampak Negatif Politik Uang
1. Merusak Demokrasi
Politik uang menghilangkan prinsip kebebasan dalam memilih. Pemilih cenderung memilih berdasarkan insentif material daripada program atau visi kandidat.
2. Meningkatkan Korupsi
Kandidat yang terpilih melalui politik uang cenderung melihat kemenangan mereka sebagai “investasi” yang harus dikembalikan melalui praktik korupsi setelah menjabat.
3. Menurunkan Kepercayaan Publik
Praktik ini menciptakan persepsi negatif terhadap proses demokrasi dan melemahkan kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggara pemilu.
Upaya Penanggulangan
Berbagai pihak telah berupaya mengatasi politik uang, termasuk diantaranya penegakan hukum. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) bekerja sama dengan aparat penegak hukum untuk mendeteksi dan menindak pelaku politik uang.
Bawaslu memiliki kewenangan untuk menangkap tangan dan melaporkan kasus politik uang kepada pihak berwajib.
Edukasi pemilih juga merupakan hal yang penting. Sosialisasi kepada masyarakat tentang bahaya politik uang harus terus dilakukan, terutama oleh LSM dan komunitas sipil. Tujuannya adalah menciptakan pemilih yang sadar akan hak dan kewajibannya.
Selanjutnya adalah penguatan regulasi. Revisi undang-undang pemilu untuk memberikan sanksi lebih berat terhadap pelaku politik uang, baik kandidat maupun tim suksesnya.
Terakhir adalah penggunaan teknologi. Pemanfaatan teknologi seperti sistem pelaporan online memungkinkan masyarakat melaporkan dugaan pelanggaran secara cepat.
Solusi Jangka Panjang
Untuk mengatasi politik uang secara menyeluruh, perlu pendekatan jangka panjang, seperti:
1. Peningkatan Kesejahteraan: Kemiskinan sering menjadi alasan utama pemilih menerima politik uang. Dengan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, daya tawar politik uang dapat diminimalkan.
2. Pendidikan Politik Berkelanjutan: Pendidikan politik yang dimulai sejak dini akan membantu masyarakat memahami pentingnya memilih berdasarkan visi dan misi, bukan insentif material.
3. Penguatan Etika Politik: Partai politik harus memperkuat komitmen terhadap demokrasi bersih dan melarang kadernya terlibat dalam politik uang.
Politik uang di masa tenang merupakan ancaman serius bagi demokrasi di Indonesia. Meski pengawasan telah dilakukan, tantangan tetap ada, terutama di daerah dengan tingkat kesadaran politik yang rendah.
Oleh karena itu diperlukan sinergi antara pemerintah, penyelenggara pemilu, masyarakat, dan media untuk memberantas praktik ini.
Dengan komitmen bersama, diharapkan Pilkada di masa depan dapat menjadi lebih bersih dan mencerminkan keinginan rakyat yang sebenarnya.***
Penulis : Wawan S