SUMATERA BARAT- Kerajaan Pagaruyung adalah sebuah kerajaan yang terletak di wilayah Minangkabau, Sumatera Barat, Indonesia. Berdiri pada abad ke-14, kerajaan ini menjadi pusat kebudayaan, politik, dan pemerintahan bagi masyarakat Minangkabau. Nama “Pagaruyung” berasal dari kata pagar (benteng) dan uyung (keris), melambangkan kekuatan dan kedaulatan.
Awal Berdirinya Kerajaan Pagaruyung
Kerajaan Pagaruyung diyakini didirikan oleh Adityawarman, seorang tokoh yang memiliki latar belakang sebagai bangsawan dari Kerajaan Singhasari dan Majapahit. Adityawarman adalah putra Dara Jingga, seorang putri dari Kerajaan Dharmasraya, dan seorang bangsawan Singhasari.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pada tahun 1347, Adityawarman mendirikan kerajaan ini setelah berkuasa di wilayah Sumatera bagian tengah. Ia dikenal sebagai penguasa yang memerintah dengan bijaksana, memajukan perdagangan emas, dan menyebarkan pengaruh agama Buddha di wilayah Minangkabau. Bukti kekuasaan Adityawarman dapat ditemukan dalam prasasti-prasasti seperti Prasasti Kuburajo dan berbagai arca Buddha di wilayah Sumatera Barat.
Perkembangan dan Struktur Pemerintahan
Kerajaan Pagaruyung memiliki sistem pemerintahan yang unik karena dipengaruhi oleh adat Minangkabau yang demokratis. Dalam struktur pemerintahan, raja dikenal dengan gelar Raja Alam, yang didampingi oleh dua pejabat penting lainnya, yaitu Raja Adat dan Raja Ibadat. Ketiganya bekerja sama untuk menjaga keseimbangan antara adat istiadat, pemerintahan, dan agama.
Adat Minangkabau yang mengedepankan sistem matrilineal menjadi landasan kehidupan sosial masyarakat. Dalam sistem ini, perempuan memiliki peran penting dalam pewarisan harta dan tanah, sementara laki-laki berperan dalam ranah politik dan perdagangan.
Kerajaan Pagaruyung dan Islamisasi
Pada abad ke-16, Islam mulai masuk ke Minangkabau melalui jalur perdagangan dan dakwah. Islamisasi ini membawa perubahan besar dalam kehidupan masyarakat, termasuk Kerajaan Pagaruyung. Meskipun awalnya berbasis pada budaya Hindu-Buddha, kerajaan ini secara bertahap menerima Islam sebagai agama utama.
Proses islamisasi tidak menghilangkan adat Minangkabau, melainkan menciptakan perpaduan unik yang dikenal dengan falsafah “Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah” (adat berlandaskan syariat, syariat berlandaskan Al-Quran).
Keruntuhan Kerajaan Pagaruyung
Kerajaan Pagaruyung mulai mengalami penurunan pada akhir abad ke-17 hingga abad ke-19, terutama akibat konflik internal dan eksternal. Salah satu peristiwa penting adalah Perang Padri (1821–1837), di mana kaum Padri yang berhaluan Islam puritan berselisih dengan kaum adat yang ingin mempertahankan tradisi lama.
Pada tahun 1821, Belanda mulai campur tangan dalam konflik ini, yang akhirnya mengakibatkan melemahnya kekuasaan Kerajaan Pagaruyung. Pada tahun 1833, Istana Pagaruyung dihancurkan oleh Belanda, menandai berakhirnya kekuasaan kerajaan secara resmi.
Warisan Kerajaan Pagaruyung
Meskipun runtuh, Kerajaan Pagaruyung meninggalkan warisan budaya yang besar bagi masyarakat Minangkabau. Nilai-nilai adat, sistem matrilineal, serta perpaduan adat dan Islam tetap menjadi identitas kuat bagi masyarakat Minangkabau hingga kini.
Istana Pagaruyung, yang telah dibangun ulang, menjadi simbol kejayaan masa lalu dan destinasi wisata budaya di Sumatera Barat. Situs-situs sejarah, prasasti, dan artefak dari zaman Pagaruyung terus dijaga untuk melestarikan sejarah dan kebudayaan kerajaan ini.
Kerajaan Pagaruyung merupakan pusat peradaban penting di Nusantara. Melalui sejarahnya yang kaya akan dinamika budaya, politik, dan agama, kerajaan ini menunjukkan kemampuan adaptasi masyarakat Minangkabau dalam menghadapi perubahan zaman.
Hingga kini, nilai-nilai yang diwariskan Kerajaan Pagaruyung terus hidup dalam budaya Minangkabau, menjadikannya salah satu kebanggaan sejarah bangsa Indonesia.***
Penulis : Wawan S