BOLMUT– Badan Permusyawaratan Desa (BPD), yang seharusnya memainkan peran strategis dalam perencanaan pembangunan desa, tampaknya hanya berperan sebagai pelengkap dalam proses penyusunan dan penetapan Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDes) di beberapa desa Kecamatan Pinogaluman, Kabupaten Bolaang Mongondow Utara.
Hal ini mencuat setelah susuan acara yang dikirimkan ke kepala desa untuk menyelenggarakan Musdes tidak terlihat peran BPD dalam Musyawarah Desa (Musdes) RKPdes 2025.
Meskipun secara aturan, BPD memiliki tanggung jawab besar dalam mengawasi kinerja pemerintah desa dan mewakili suara masyarakat, peran tersebut tampak tidak maksimal.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 114 Tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Desa, BPD seharusnya menjadi mitra utama pemerintah desa dalam menyusun, membahas, dan menyetujui rencana pembangunan, termasuk RKPDes.
Namun, dalam pelaksanaannya, BPD di beberapa desa hanya terlihat sebagai formalitas atau pelengkap dalam proses pengambilan keputusan yang seharusnya melibatkan diskusi aktif antara BPD dan pemerintah desa.
“Sangat disayangkan, BPD tampaknya hanya hadir tanpa pengaruh signifikan dalam pembahasan RKPDes. Padahal, kehadiran mereka sangat penting untuk memastikan bahwa rencana pembangunan desa sesuai dengan aspirasi masyarakat,” ujar seorang pegiat Desa setempat.
Dalam beberapa musyawarah desa yang berlangsung, BPD hanya mengikuti jalannya acara tanpa peran yang jelas dalam pembahasan atau memberikan masukan yang substansial terhadap rencana yang disusun oleh pemerintah desa.
Padahal, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2015, yang mengatur tentang tata cara musyawarah dan mufakat, menegaskan bahwa seluruh pihak yang terlibat, termasuk BPD, harus memiliki kesempatan yang setara untuk menyuarakan pandangan dan ide demi pembangunan desa yang berkeadilan.
Minimnya peran BPD ini juga memunculkan kekhawatiran bahwa RKPDes yang dihasilkan mungkin tidak sepenuhnya mencerminkan kebutuhan dan kepentingan masyarakat luas.
Selain itu, kurangnya pengawasan yang kuat dari BPD juga dapat membuka peluang bagi penyalahgunaan wewenang di tingkat desa.
Masyarakat berharap bahwa BPD bisa lebih diberdayakan dalam proses pengambilan keputusan penting di desa.
Ke depan, keterlibatan aktif dan substansial BPD diharapkan dapat memperbaiki kualitas tata kelola pemerintahan desa dan memastikan bahwa perencanaan pembangunan benar-benar didasarkan pada musyawarah bersama yang inklusif.
Jika BPD terus diposisikan sebagai pelengkap tanpa peran yang jelas, khawatirnya fungsi pengawasan dan keterwakilan masyarakat dalam pemerintahan desa akan semakin terpinggirkan, yang pada akhirnya merugikan warga desa itu sendiri.
Penulis : IB