Warga dan siswa sekolah berusaha melewati truk pengangkut Tandan Buah Sawit (TBS) tanpa jaring pengaman di ruas jalan Koto Sawah.(Foto. Istimewa)
PASAMAN BARAT|INTAINEWS.ID- Pepatah “Bak makan buah simalakama’ mungkin ungkapan yang paling tepat menggambarkan kondisi ruas jalan Koto Sawah pasca penerapan rambu 8T beberapa waktu lalu.
Pasalnya, usai rambu larangan melintas bagi kenderaan dengan bobot 8 ton ke atas itu diterapkan, masalah baru kemudian muncul.
Menurut keterangan Ramlan Sarwani, ketua Bamus Koto Sawah, setiap harinya tak kurang dari 40 truk pengangkut TBS lalu lalang dijalan arteri kelas 3 tersebut. Akibatnya, selain menimbulkan polusi udara, kondisi jalan Koto Sawah juga semakin memprihatinkan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kalau dinilai secara objektif, penerapan rambu 8T justru menimbulkan masalah baru, yakni jalanan semakin hancur plus polusi udara kian bertambah,” kata pria yang kerap disapa Nanang itu, Minggu 25 Agustus 2024.
Menurut Nanang, sebelum larangan tonase 8T diberlakukan, truk tronton pengangkut TBS hanya diperkenankan melewati jalan Koto Sawah pada malam hari dan tidak mengganggu aktivitas warga.
Selain itu para pemilik truk secara rutin melakukan penimbunan jalan, sehingga kondisinya tidak terlalu memprihatinkan.
Namun setelah rambu 8T dipasang, puluhan Dump Truck melewati jalan tersebut tanpa aturan dan berpotensi membahayakan pengguna jalan lainnya.
Selain itu perawatan jalan tak lagi dilakukan pemilik peron dengan alasan semua armada terpakai mengangkut Tandan Buah Sawit (TBS) ke pabrik pengolahan.
Pada kesempatan lain, warga Nagari Koto Sawah, Rajamuddin mengaku rambu larangan 8T milik Dinas Perhubungan Pasaman Barat telah merugikan petani sawit di wilayah Koto Sawah dan sekitarnya.
“Saat ini kendaraan yang bisa membawa TBS hanya diperbolehkan kendaraan sejenis dump truck di bawah 8 ton, akibatnya harga kelapa sawit turun Rp150 per kilogramnya karena biaya bertambah,” kata Rajamuddin.
Ha itu ia utarakan usai menyampaikan keluhan warga Koto Sawah terkait pemasangan rambu 8T di kantor Dinas Perhubungan Pasaman Barat Kamis (22/8/2024) lalu.
Menurut Rajamuddin setiap hari terdapat sekitar 350-400 ton TBS yang keluar dari daerah itu. Jika hanya menggunakan dump truck maka masyarakat mengalami kerugian sekitar Rp60 juta per harinya.
“Kami masyarakat sangat berharap pelarangan kendaraan tronton di atas 8 ton agar ditinjau ulang karena berdampak langsung pada perekonomian masyarakat Koto Sawah,” harapnya.
Penulis : Wawan S