INTAINEWS.ID – Ketegangan meningkat di Bintauna, Bolaang Mongondow Utara (Bolmut), ketika sejumlah tokoh adat dan masyarakat bersatu dalam perjanjian adat untuk menuntut tindakan tegas terhadap tambang emas ilegal yang diduga merusak lingkungan mereka.
Para tokoh adat dan masyarakat Bintauna mengadakan rembuk dan sepakat untuk menuntut beberapa poin penting dalam perjanjian adat mereka:
Penutupan Sementara Tambang Emas Ilegal: Mereka meminta pemerintah untuk menutup sementara tambang emas ilegal hingga ada kejelasan mengenai statusnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Penghentian Aktivitas Tambang Ilegal: Mereka mendesak penghentian segala aktivitas tambang ilegal di Kecamatan Bintauna.
Penyitaan Alat Berat: Mereka meminta Aparat Penegak Hukum (APH) untuk menyita alat berat yang digunakan dalam aktivitas tambang ilegal.
Dengar Pendapat Bersama: Mereka menuntut dilaksanakannya dengar pendapat bersama antara pemerintah daerah dan Polres Bolaang Mongondow terkait masalah ini.
Ultimatum 3 x 24 Jam: Mereka memberikan waktu 3 x 24 jam kepada pemerintah daerah dan Polres Bolmut untuk menyelesaikan masalah ini.
“Jika tidak ada tindakan yang diambil, kami akan menggalang massa secara besar-besaran” tegas Ersad. Minggu (21/7/2024).
Penjabat Sekretaris Daerah (Sekda) Nazarudin Maloho dalam sambutannya menegaskan bahwa tindakan PETI ini tidak bisa dilakukan sembarangan.
“Kami dari pemerintah sudah menyurat dan rapat dengan Prokopimda untuk menangani masalah yang ada di kilometer 20. Kami sudah menyurat ke balai dan minggu depan mereka akan ke sini,” ujar Maloho.
Selain itu di tempat yang sama, Kepala Bidang Tata Ruang, Surya Datungsolang menjelaskan bahwa pertambangan tersebut bukan kewenangan pemerintah daerah.
“Kabupaten Bolmut dibagi menjadi dua wilayah: ada yang menjadi kewenangan pemerintah daerah untuk mengatur, dan ada yang menjadi kewenangan pemerintah pusat. Itu adalah wilayah yang ditetapkan masuk dalam kawasan hutan,” ujarnya.
Surya menambahkan, di Bolaang Mongondow Utara memiliki luas 166 ribu hektar, sementara hak yang bisa diberikan oleh pemerintah daerah untuk mengeluarkan izin hanya 70 ribu hektar. Hak penuh untuk mengatur berada pada pemerintah pusat.
“Terkait masalah ini di kilometer 20, kami sudah melakukan overlay dan itu masuk kewenangan pusat,” tutupnya.(**)